Halo guys, sore sore gini enaknya ngapain ya? Kalau ane sih, sukanya menerapkan baperisme gitu. Dengan nulis cerpen, dan kebetulan juga ane sudah selesai UAS. Happy reading guys.......... :v
Sumber : https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjRys3-4rzJAhVCbY4KHUDLBaYQjRwIBw&url=https%3A%2F%2Fmeindisain.wordpress.com%2Fpage%2F15%2F&psig=AFQjCNFHlOSxuBjJdD-7zoKX_wF6bTdecw&ust=1449131815182884
Kala sore itu, di hari Senin yang cukup melelahkan. Aku pergi menuju Perpustakaan yang berada tak jauh dari rumah tempat aku tinggal. Sesampainya di Perpustakaan, aku disambutseperti biasanya oleh seseorang paruh baya yang ramah dan penuh kesabaran melayani pengunjung. Ya, meskipun akhir akhir ini pengunjung Perpustakaan berkurang dan terus berkurang, aku rasa. “Eh, dek Ihsan. Silahkan masuk, mau pinjam atau baca?” sapa Bu Suci dengan ramahnya padaku.“Ehmmm, mau baca dulu ya bu. Nanti kalau ada yang menarik aku bawa pulang.” Aku nyengir seperti biasa. “Oh iya, buku minggu lalu belum kamu kembalikan?” Bu Sucimengingatkanku.
Sontak, aku terkejut karena lupa akan hal tersebut. Seperti biasanya, aku selalu meminjam banyak buku, dan dari kebanyakan buku tersebut selalu lupa untuk kukembalikan. Ya begitulah aku, sifat pelupaku ini terkadang sulit untuk dihilangkan.
“Bu, yang ini aku pinjam ya? Buku tentang asmara.” Aku dengan santainya meminjam lagi. “Oh iya, isi daftar pengunjung sama daftar peminjaman ya?” Bu Suci menyodorkan sebuah jurnal padaku. Setelah
itu, aku pun pulang ke rumah, dengan motor.
Beat hitam kesayanganku. Motor itu aku sayang karena hanya dia lah yang menemaniku kemana pun, dan juga dikarenakan aku belum punya pacar, dan seumur hidup belum pernah merasakan pacaran.
Keesokkan harinya, pada saat yang sama. Aku pun menuju Perpustakaan kembali, tampak sedikit orang datang untuk membaca buku maupun meminjam. Tak ada yang begitu
spesial dihari Selasa ini, kecuali saat aku duduk di sebuah bangku untuk membaca buku tentangpuisi romantis cinta. Tampak seorang gadis cantik yang sedari tadi duduk di
hadapanku yang juga sedang membaca buku. Aku melihatnya, memandanginya dengan penuh perasaan bahagia, dan rupanya ia juga seorang kutu buku sepertiku. Namun, saat kutanya siapa namanya dengan lembut, ia
menjawabku dengan ketus.“Ih! Apaan sih,nggak usah nanya nanya!” Jawabnya
dengan ketus, dan menutup bukunya begitu saja. Yah, aku pun sedikit malu dengan
kejadian itu, terbesit juga rasa sakit hati juga, tapi tak apalah. Mungkin saja
dia lagi nggak mood, kan biasa cewek
maunya bener sendiri. Setelah
itu, aku pun tertarik dengan sebuah novel Romantic yang tulisannya sih best seller tanpa basa basi, aku pun
langsung mengisi daftar pengunjung, dan daftar peminjam, namun aku tetap pamit
dulu dengan Bu Suci. “Bu,
yang kemarin aku kembalikan ya? Sudah habis baca sekarang pinjam yang ini.”
Kataku, dengan santainya meminjam buku. “Oh iya nak, ada dua buku yang belum
kamu kembalikan.” Bu Suci pun tersadar. “Astaghfirullah!! Lupa lagi saya! Yah,
gimana ini? Besok saja ya bu?” Pintaku dengan memelas. “Yasudah nggak apa apa
memang sudah biasa kok.” Bu Suci dengan sedikit nyengir. Entah mengapa, aku tak langsung
pulang seperti biasanya setelah meminjam buku. Buku Daftar Pengunjung yang
telah aku isi, aku bolak balik berulang ulang. Namun, tetap saja tak kutemukan
nama si gadis itu. dan saking beragamnya pengunjung tiap harinya, atau mungkin
gadis itu lupa mengisi tanggal. Karena penasaran, aku pun bertanya kepada Bu
Suci. “Bu, anak perempuan yang
tadi kok nggak ngisi daftar pengunjung?” “Yang mana ya dek?” Bu Suci juga ikut
penasaran. “Itu loh, yang cantik tadi. Tapi ketus, masa aku tanya namanya dia
malah bentak ?” Aku menjelaskan. “Oh dia, dia itu keponakan saya. Namanya Isna,
kebetulan libur sekolahnya lebih awal. Dia berlibur di Ponorogo.” Bu Suci
menjelaskan. Dalam sekejap aku pun
senang dan merasa bangga, karena kebetulan gadis itu adalah keponakan dari Bu
Suci. Aku pun semakin semangat untuk datang ke Perpustakaan itu, dan aku
semakin termotivasi untuk membaca banyak buku. Buku apapun kubaca, karena buku
merupakan jendela ilmu. Aku pun kembali pulang kerumah berduaan lagi dengan motor Beat hitam
kesayanganku.
Keesokan harinya, tepatnya pada Hari Rabu. Aku
mendatangi Perpustakaan lagi, namun sayang entah mengapa hari ini Perpustakaan
tutup. Tidak biasanya Bu Suci sebagai penjaga Perpustakaan menutup Perpustakaan
selain Hari Minggu. Akhirnya
aku pulang kerumah untuk mencoba kembali esok hari. Ternyata, esok hari juga
masih tutup, aku pun semakin terheran heran dengan tutupnya Perpustakaan itu.
Padahal tujuanku untuk datang kan ingin mengembalikan semua buku yang sudah
kupinjam, dan modusnya juga ingin berkenalan dengan Isna, hihihi. Setelah
kucoba lagi untuk ke Perpustakaan itu dan ternyata tutup lagi, begitu juga pada
hari berikutnya. Hinggalah pada suatu hari dimana ini adalah awal pekan, yaitu
Hari Senin. Aku
melihat kejanggalan disaat aku memasuki Perpustakaan. Tak ada Bu Suci kala itu
yang menjaga, hanya ada seorang gadis sebaya denganku sambil melihat smartphone
nya, dan tampak cemberut. Juga, tak ada satupun pengunjung yang datang.
Awalnya, aku memendam rasa penasaran ini, dan langsung mengembalikan semua buku
yang kupinjam kepada penjaga Perpustakaan yang baru.
“Mbak,
ini buku buku yang dulu saya pinjam. Sekarang saya kembalikan.” Ucapku dengan
ramah. “Ya, taruh aja di meja, dan jangan lupa bayar denda ke kotak denda sana
ya?” Ucap gadis itu dengan nada sedikit ketus. Dengan
mengalah, aku pun mengisi kotak denda. Karena aku telah meminjam melebihi
jangka waktu yang telah ditentukan. Lalu, karena rasa penasaran ini tak kunjung
hilang, aku pun memberanikan diri untuk bertanya kepada gadis itu “Maaf
mbak, kalau boleh tahu Bu Suci kemana ya?” Aku dengan hati hati. Namun
tiba tiba, ia pun menamparku dan membentakku. “Memang, dasar tak tahu diri!
Memang kamu pikir kamu siapa hah? Kamu itu sudah menjadi beban, Bu Suci
meninggal karena terlalu sabar, beliau terlalu sabar untuk melayanimu.” Ucapnya
dengan nada membentak, dan tidak terima. Aku
pun juga tak terima dituduh seperti ini, lalu aku pun menjawab. “Hei nona!! Apa
apaan ini? Salah saya memang apa? Saya anak baik baik, saya tidak pernah
mencuri, tak pernah merugikan orang lain. Hanya saja saya pelupa, itu pun Bu
Suci memaafkan saya. Tapi mengapa kau bilang demikian?” Namun,
belum sempat aku mendengar jawabannya. “Hiks Hiks hiks!” Ia yang mulai menangis
dan langsung memelukku erat. “Lho lho lho ada apa ini? Eh, kok malah nangis
begini sih?” Aku pun terheran heran karena tidak ada orang saat itu. Entah
mengapa ia menangis tersedu sedu dan memelukku. “Sudah sudah, cup cup cup! Usap
air matamu.” Pintaku lembut. Ia pun
mengusap air matanya, akhirnya ia mau cerita kepadaku. “San, Bu Suci meninggal
karena serangan jantung mendadak. Hiks hiks.” Ucapnya sambil mengusap air
matanya. “Innalilahi wainailaihi roji’un. “ Aku dengan terkejut mendengarnya.
Sontak aku pun merasa terpukul dan merasa bersalah sekali mendengarnya. Pantas
saja seminggu terakhir ini beliau tidak ada dan Perpustakaannya ditutup, ku
kira Bu Suci punya acara keluar Kota atau sebagainya, dan ternyata beliau orang
yang sangat sabar menghadapi penunggak buku sepertiku ini, dipanggil oleh Yang
Maha Kuasa. Ya Allah, ampunilah dosa Bu Suci ya Allah, amin. “Oh iya, aku
sungguh terpukul mendengarnya. Maaf ya, aku sudah buat kesalahan sefatal ini.
Sebagai gantinya aku akan berusaha buat Perpustakaan ini ramai.” Jawabku
spontan. “Iya, terimakasih.” Ia pun membalasnya. “Satu lagi, kamu kok bisa tahu
namaku Ihsan memang diberi tahu siapa?” Aku bertanya sedikit modus. “Bu Suci
yang cerita kepadaku, kalau kamu itu anaknya rajin, pintar, dan bertanggung
jawab.” Jawabnya dengan jelas. Aku
pun senyum senyum sendiri mendengar jawabannya, padahal kenyataannya aku
sih lebih cenderung pelupa, hehehe. “Ehm, kita kemarin belum sempat kenalan.
Nama aku Ihsan.” Aku menjulurkan tangan. “Iya, maaf ya kemarin aku bentak
bentak kamu. Namaku Isna.” Ia membalas uluran tanganku. Yesss!!
Akhirnya gadis yang bernama Isna luluh juga hatinya. Lantas, tidak langsung
membuatku ke ge-eran. Bagaimanapun aku tetap harus berusaha untuk terus belajar,
dan berjuang. Dan sejak saat itu, hasratku ingin berpacaran kambuh lagi. Ingin
rasanya aku bisa memiliki Isna yang cantik, dan high class itu. Haahh? Mimpi
kali, memang aku ini apaan. Superman? Bukan. Aku ya aku, hanya murid biasa yang
cupu dan sukanya baca buku. Mungkin diriku belum pantas untuk mendapatkan Isna
kali ini. Angan angan itu aku kurung untuk sementara waktu, dan aku pun melesat
pulang dari Perpustakaan.
Perhatian, cerita ini hanya fiktf belaka. Tidak ada hubungannya dengan kenyataan apapun, hanya imajinasi penulis.
No comments:
Post a Comment