Sunday, 11 September 2016

Pengen Jadi Detektif

           

       

        Dokk! Dokk! Dokk! Sesorang menggedor pintu kamar mandi dengan keras. “Woy! Cepetan dong!” Orang yang menahan sakit di perutnya. “Iya, iya sudah nih. Masuk aja.” Orang yang dari dalam pun keluar, dan orang yang di luar masuk begitu saja. Dan tiba-tiba saja.... Krekk!! Pintu kamar mandi pun terkunci, dan lampu mati. Kedua orang itu terkejut, lalu mereka panik tidak karuan mencoba untuk keluar dari rumah tersebut. “Woy! Sor, kau mengunci pintu ya?” Ucap Tamag panik. “Aduh, enggak kok mag! Aku juga bingung!” Sorgol juga bingung tak karuan. Dan Sorgol mencoba untuk keluar dengan mememcahkan kaca. Alhasil malah terjebak di lubang sedalam dua meter. Akhirnya, mereka berdua pun tidak bisa melakukan apa-apa. Toh kalau pun meminta tolong, pastinya juga akan ketahuan bahwa mereka adalah maling. 

 
 
            Sementara itu, di sisi lain tampak seorang anak yang masih bayi. Maksudnya, belum memiliki pengalaman sekalipun, dan sok sok jagoan ingin menjadi “detektif”. Di tengah gelapnya malam, ia sendirian duduk di sebuah lincak. Cukup lama ia duduk di situ, dan hanya melotot dengan kedua kaki bersila. Tak lama kemudian, datanglah seorang anak laki laki sebayanya dengan terheran heran.

“Hai ran! Kok sendirian aja?” Sapa anak itu, dan belum ada jawaban.
“Woy!! Assalamu’alaikum! Ran, Aran?” Teriaknya keras dan belum mendapatkan jawaban.
            Karena kesal, akhirnya anak itu melemparinya dengan sandal. Plukk! Seketika Aran terjaga. “Loh, kamu lif? Kirain siapa, huh!” Aran yang sedikit kesal. “Yee,, lagian aku panggil bolak-balik sampai serak begini. Belum dengar juga.” Anak yang ternyata Alif pun marah. “Ada perlu apa kamu kesini? Sudahlah, aku punya misi penting.” Jawab Aran dengan sedikit sombong. Sementara itu, Alif hanya geleng-geleng melihat tingkah sahabatnya itu. Hingga di suatu rumah di Perumahan Green Estate Residences, Aran mengamati sesorang di sudut rumah dengan serius. “Woy! Malah ngintip perempuan mandi!” Tegur Alif. “Eh sstt! Jangan keras-keras. Dasar kamu ini.” Aran membungkam mulut Alif, dan menariknya menjauhi rumah tersebut. Alif hanya mengangguk dan kaget. Setelah itu, Aran mulai berlari lagi ke rumah lain.
“Aha! Tadi rupanya aku salah rumah. Kira-kira kedok apa lagi ya, yang dimainkan pencuri itu? Aran berlari menuju suatu rumah dengan bangganya.
“Sebenarnya kamu sedang mencari apa ran?” Tanya Alif penasaran.
“Sudahlah, kau sebagai Asisten Detektif diam saja. Ayo ikuti aku!” Aran yang mengendap – endap setengah berlari.                                                                                                            
“Asisten Detektif? Huh, aneh-aneh saja sikapnya.” Ucap Alif dalam hati yang maih sabar kepada sahabatnya itu.
            Setibanya di rumah yang mereka tuju. Ternyata memang benar, sesuatu yang aneh telah terjadi di sana. Mulai dari pintu depan yang terbuka, ada lubang besar dan terlihat dalam, serta ada aliran air yang berbau aneh di lubang tersebut. Mereka berdua merasa merinding akan keanehan tersebut. Namun Aran bergaya seperti Detektif Profesional, dan sedikit tertawa karena rencana yang dijalankannya berhasil.
“Ha! Ha! Ha! Ha!” Aran tertawa dengan dibuat buat.
“Memangnya apa yang lucu?” Alif heran sambil menyumbat hidung.
“Kamu kentut ya?” Aran mulai mencium bau yang aneh.
“Eh, tidak kok. Lha wong baunya dari bawah sini.” Alif yang menunjuk ke arah lubang.
            Dengan spontan, Aran mengeluarkan senter miliknya dan menyoroti lubang tersebut. “Hmm, sepertinya ada zat warna kuning dari aliran yang mengalir itu.” Aran mencoba mengamati. Dan sampailah sorotan senternya menuju bawah, tiba-tiba.........”What!! a a a ada msnusia tinja?” Aran terbelalak. Sontak Alif ikut shock, dan panik. “Wah, yang benar saja ran?” Alif juga tidak percaya. “Iya, euhh. Cepat panggil Pak Satpam!” Aran menyuruh Alif. Dan ia pun pergi menuju pos Satpam.
“Hei manusia tinja! Euh, euh, euh. Sedang apa kamuu di siru cepat keluar! Hadapi detektif hebat ini!” Aran yang sok jagoan. Sedangkan orang itu hanya diam, dan mencoba untuk keluar dari lubang.
“Euh, euh. Tidak ada yang mau menolongmu! Ih, jijik!” Ejek Aran.
          Tak lama setelah itu, datanglah Alif yang ditemani dua orang Satpam, bernama Joko dan Mukhlis. “Ini pak orangnya.” Alif seraya menutup hidung. “Oh, ini ta? Hee kamu! Pasti kamu maling ya? Ayo ngaku!” Bentak Pak Joko. Orang itu kebingungan dan merasa tertangkap basah. “ Ayo kita seret saja dia!” Ajak Pak Mukhlis. Dan mereka berempat menderek orang itu yang diduga pencuri. Dengan penuh hati-hati, dan menahan nafas akhirnya tertarik juga orang tersebut dari lubang. “Siapa namamu?” Sergap Pak Mukhlis. “So,so,sorgol pak.” Jawab Sorgol ketakutan. “Mana temanmu? Ayo jawab!” Paksa Pak Joko. “Eh, uh, uh. Di di didalam pak.” Jawab Sorgol ketakutan. “Ayo, tunjukkan tempatnya!” Pak Mukhlis mendorong Sorgol dengan tongkatnya. Setelah cukup dalam memasuki tumah. Tibalah di sebuah pintu kamar mandi yang terkunci.
“Jadi, teman saya di sini pak. Dan saya bingung mau kabur. Eh malah tercebur ke dalam lubang.” Jelas Sorgol.
“Ya sudah, ayo sekarang kita dobrak saja pintunya!” Ajak Pak Mukhlis.
“Eit,, jangan pak. Serahkan saja pada detektif hebat ini.” Aran tiba-tiba menyela dan mengeluarkan sebuah remote.
           Semuanya terbelalak, dan tertuju pada Aran. Sehingga, membuat kedua satpam itu heran. “Oh, jadi kamu nyuri kunci rumah Pak Edy ya?” Tegur Pak Joko. “Eh tidak mungkin. Saya hanya menduplikatnya. Coba pak Joko nanti lihat di Pos Satpam. Kalau benar hilang, sogok pantat saya.” Aran membenarkan tindakkannya. Kedua satpam itu terdiam sejenak, dan terfokus pada para pencuri. Setelah pintu kamar mandi terbuka, semua mencoba masuk ke satu per satu.
“Haha!! Ini dia pencuri yang satu lagi. Dasar kamu! Sudah mencuri, tamak lagi. Untung saja kau tidak keracunan.” Aran setengah nyengir.
“Ayo kamu! Ikut saya! Kau juga Sorgol!” Pak Joko dan Pak Mukhlis memaksa mereka berdua untuk keluar rumah dan akan dibawa ke Kantor Polisi terdekat.
“Iya pak! Bawa saja mereka.” Alif yang merasa takjub, dan masih tidak percaya.
“Ampun pak! Jangan tangkap kami. Anak istri kami nanti mau makan apa?” Mereka berdua mulai menangis.
“Makan batu! Makanya, kalau mau cari rezeki. Carilah yang halal!” Bentak Pak Joko.
          Ketika kedua pencuri itu hendak diseret keluar rumah. Datanglah mobil yang ternyata itu adalah keluarga Pak Edy yang baru pulang dari rekreasi. Seturunnya mereka dari mobil, Pak Edy dan keluarganya pun terkejut tidak percaya. “Lho, bapak bapak! Ada apa ini? Apa yang sebenarnya sudah terjadi?” Pak Edy yang masih penasaran. “Begini Pak Komandan, jadi mereka berdua ini adalah pencuri yang masuk ke rumah bapak. “ Jelas Pak Mukhlis. “Lalu, apa saja yang sudah dicuri?” Pak Edy menambahkan. “Alhamdulillah, belum ada yang sempat mereka curi. Lagipula kami bisa menangkap mereka ya karena bantuan detektif ingusan ini.” Pak Joko melirik Aran, dan Alif. Dan semua memandang Aran, serta Alif. Membuat keluarga Pak Edy terkagum-kagum, dan heran dengan mereka berdua.
“Wah, rupanya di Komplek ini ada detektif cilik. Terimakasih banyak ya nak.” Puji istri Pak Edy.
“Iya, kalian hebat. Siapa nama kalian?” Pak Edy mendekati mereka berdua.
“Ehm, saya Aransyah Putra Permana, dan ini partner saya.” Aran yang menyenggol Alif.
“Oh ya, Alif Bayu Saputra.” Alif yang sedikit kikuk.
“Lalu, bagaimana kalian bisa menangkap para pencuri ini?” Tanya Pak Edy tertarik.
“Sederhana saja, sikap pencuri kelas teri ini salah satunya tamak. Jadi, saya buatkan saja makanan pedas yang terlihat enak untuk mereka. Lalu, saya menaruhnya di dekat pintu. Ada kemungkinan mereka berdua memakannya di dalam rumah bapak. Dan mereka berdua sakit perut. Langsung saja, saya buat ‘shock’ mereka menggunakan duplikat kunci dan remote – nya.” Aran menjelaskan panjang lebar.
           
         Semuanya terkagum kagum akan ide briliant Aran tersebut (kecuali pencuri). Begitu juga dengan Alif, ia tak menyangka bahwa sahabatnya kini menjadi bergitu pintar dalam menangani sebuah kasus.
“Ehm, baik Pak Joko, dan Pak Mukhlis. Lebih baik pencuri ini dibawa ke Kantor Polisi saja. Sebelum mereka dihakimi warga.” Perintah Pak Edy.
“Siap Komandan, laksanakan!” Pak Joko, dan Pak Mukhlis langsung menyeret kedua pencuri itu menuju Kantor Polisi terdekat.
“Dan, nak Aran, nak Alif. Sekali lagi kami beterimakasih kepada kalian.” Pak Edy memuji Aran dan Alif.
“Tidak apa apa kok pak. Memang sudah kewajiban detektif untuk menjalankan tugas.” Aran tersipu malu.
“Oh ya, silahkan mampir dulu.” Pak Edy menawarkan untuk berkunjung.
“Tidak usah repot repot pak, terimakasih banyak.” Alif yang masih sungkan.
“Ya,,,,, sayang sekali. Ya sudah kalau begitu, kalian hati hati dijalan ya. Salam untuk keluarga di rumah. “ Pak Edy menyalami mereka berdua dan melambaikan tangan.
“Siap Komandan!” Mereka berdua bebarengan. – dan tiba-tiba saja Brukk! Aran salah fokus memandangi putri Pak Edy.
“Aduh maaf pak. Teman saya kurang fokus. Mari pak.” Alif langsung menarik tangan Aran dan menjauhi rumah Pak Edy.
           Sedangkan putri Pak Edy itu hanya tersenyum ke arah Aran. Rupanya, ia juga sebaya dengan mereka berdua, ya sekitar kelas dua SMA. “Aduh kira-kira siapa ya perempuan itu? Ingin sekali rasanya aku bisa dekat dan berkenalan.” Aran yang tersenyum senyum sendiri di perjalanan pulang.



No comments:

Post a Comment

Aku Tidak Mau Cathastrope

Sumber Gambar : https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=images&cd=&ved=&url=%2F...